Polres Kapuas Hulu Belum Menahan Pemilik Tambang Emas Ilegal di Desa Batu Tiga
Tambang emas ilegal yang diduga menggunakan zat kimia berupa sianida di Bukit Hitam Desa Batu Tiga Kecamatan Bunut Hulu,Kabupaten Kapuas Hulu, (ANTARA)

Bagikan:

KAPUAS HULU - Kepolisian Resor (Polres) Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, mengamankan satu unit alat berat jenis excavator yang diduga digunakan untuk aktivitas tambang emas ilegal di Desa Batu Tiga, Kecamatan Bunut Hulu, Kapuas Hulu.

"Langkah selanjutnya, kami akan periksa saksi dan menggelar perkara serta meminta keterangan ahli," kata Kapolres Kapuas Hulu AKBP Hendrawan kepada ANTARA, di Putussibau Kapuas Hulu, Minggu, 28 April. 

Hendrawan mengatakan pemilik alat berat tersebut berinisial S. Akan tetapi saat ini belum dilakukan penahanan karena masih proses penyelidikan untuk proses hukum lebih lanjut.

Menurutnya, satu unit alat berat yang ditahan itu berbeda lokasi dengan lokasi tambang emas ilegal yang diduga menggunakan bahan kimia sianida dan merkuri di Bukit Hitam Desa Batu Tiga Kecamatan Bunut Hulu.

"Berbeda dengan yang kemarin," ucap Hendrawan.

Untuk diketahui, di lokasi yang berbeda, pada Sabtu, 20 April, tepatnya di Bukit Hitam Desa Batu Tiga Kecamatan Bunut Hulu, Polres Kapuas Hulu juga telah menyelidiki aktivitas tambang emas ilegal yang diduga menggunakan zat kimia berbahaya yaitu sianida dan merkuri. Kasus tersebut saat ini masih didalami Polresta Kapuas Hulu

Atas aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang cukup marak, Hendrawan mengimbau agar masyarakat tidak melakukan kegiatan PETI, apalagi di wilayah hutan lindung yang dapat merusak lingkungan.

"Silakan bagi yang ingin melakukan kegiatan pertambangan harus memiliki izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) maupun Izin Pertambangan Rakyat (IPR)," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Pertanahan Dan Lingkungan Hidup Kapuas Hulu Jantau belum lama ini, mengatakan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambangan emas tanpa izin (PETI) di sejumlah kecamatan di Kapuas Hulu sudah cukup parah, sehingga memerlukan perhatian serius dari semua pihak.

"Kami minta tambang emas ilegal dihentikan karena dampak kerusakan lingkungan cukup parah dan butuh waktu lama bahkan 40 sampai dengan 50 tahun untuk pemulihan lingkungan," kata Jantau.

Jantau menyebutkan ada tiga kecamatan yang mengalami kerusakan lingkungan cukup parah akibat aktivitas tambang emas secara ilegal yaitu Kecamatan Boyan Tanjung, Kecamatan Bunut Hilir dan Kecamatan Bunut Hulu.

Menurutnya, pemerintah daerah terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak melakukan pertambangan secara ilegal baik melalui sosialisasi maupun dengan memfasilitasi pengurusan usulan wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Untuk saat ini sedang tahap pengusulan delapan IPR, sedangkan empat IPR sudah keluar.

Selain itu, tahun ini akan ada bantuan dari pemerintah pusat melalui kementerian terkait alat pengolahan emas tanpa bahan merkuri di Desa Entibab Kecamatan Bunut Hilir

Sebelumnya sudah ada satu lokasi sudah menggunakan alat pengolahan emas tanpa merkuri di Desa Penemur yang dalam waktu dekat akan diresmikan.

"Terkait penertiban tambang emas ilegal itu kewenangan pihak kepolisian, kami hanya penanganan lingkungan," ucapnya.

Meskipun demikian, Jantau meminta masyarakat yang melakukan pertambangan ilegal untuk segera menghentikan kegiatan tersebut. Jika mau tetap bekerja di tambang emas, sebaiknya masyarakat mengurus perizinan baik WPR maupun IPR.