KLB Adalah Cara Para Pendiri Minta Moeldoko Selamatkan Demokrat
Mantan Kepala Kantor Demokrat, Muhammad Rahmat/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Kisruh internal Partai Demokrat semakin memanas pasca digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat 5 Maret lalu.

Kubu pro KLB yang juga mantan Kepala Kantor Demokrat, Muhammad Rahmat, menuturkan kongres luar biasa (KLB) memang harus segera dilakukan dalam rangka penyelamatan partai. Lantaran kepemimpinan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua majelis tinggi dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum sudah merupakan penyakit kanker stadium 5.

"Ada kesewenang-wenangan yang terjadi di dalam tubuh partai Demokrat sehingga harus diganti, kalau tidak maka perolehan elektabilitas partai Demokrat di 2024 akan terjun bebas barangkali dibawah 5 persen," ujar Rahmat dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa 9 Maret.

Rahmat mengungkapkan, perkirakan menurunnya elektabilitas partai karena tren yang terlihat sejak SBY memimpin partai berlogo bintang mercy itu. Di mana ketika SBY terpilih menjadi presiden, di bawah kepemimpinan Hadi Utomo sebagai ketua umum perolehan suara Demokrat adalah 21 persen. 

"Ketika PD dikudeta oleh SBY, yang kala itu presiden merangkap sebagai ketum menggantikan Anas Urbaningrum tahun 2015, perolehan suara Partai Demokrat turun menjadi 12persen. Tergerus 10 persen," ungkap Rahmat.

Lalu, lanjutnya, ketika Demokrat masih dipimpin SBY dan AHY sebagai ketua Kogasma yang menjadi pucuk kewenangan untuk memenangkan Partai Demokrat pada faktanya perolehan suara hanya 7 persen.  

"Jika penyakit kanker dan bisul ini terus dibiarkan maka kemungkinan di 2024 perolehan suara Partai Demokrat akan berada dibawah 5 persen," kata Rahmat.

Hal inilah, kata dia, yang dikhawatirkan para pendiri dan senior yang mendirikan partai. Karena itu, penggagas KLB meminta Moeldoko menyelamatkan Partai Demokrat dari penyakit yang dapat menghentikan umur partai.

"Kita mengundang Pak Moeldoko, menginginkan Pak Moeldoko untuk memperbaiki situasi hingga kondisi internal Partai Demokrat kembali baik," jelas Rahmat. 

"Jadi, tidak ada urusan yang mengatakan negara terlibat, Pak Jokowi terlibat, tidak ada urusan mengatakan pihak-pihak internal pemerintah terlibat. Itu adalah karangan bebas, karangan yang tidak berdasar, argumentasi keliru, argumentasi menyesatkan. Karena tujuan utama KLB adalah bagaimana Partai Demokrat kembali membaik," sambungnya.

Sebelum meminang Moeldoko, Rahmat mengungkapkan, para pendiri dan kader Demokrat sudah berpikir matang terkait siapa sosok yang tepat memperbaiki partai.

"Untuk baik dibutuhkan tokoh-tokoh yang punya jaringan kuat, yang memiliki kapabilitas kemampuan yang baik," kata Rahmat.

Alasan tersebut membuat para pendiri dan kader sepakat untuk meminta Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat. 

"Dan alasan kanker stadium 5 inilah yang disampaikan ke pak Moeldoko sehingga para senior mengatakan, 'Pak jika bapak ingin membenahi demokrasi Indonesia, jika bapak sayang dengan jutaan kader PD di seluruh Indonesia, jika bapak sayang dengan masa depan Indonesia maka lakukanlah jihad politik. Maka lakukanlah jihad demokrasi dengan bersedia memimpin partai Demokrat' itu yang disampaikan," ungkap Rahmat mengutip permintaan para senior kepada Moeldoko.

Rahmat juga membeberkan bahwa Moeldoko sempat menolak ketika diminta untuk memimpin Demokrat. 

"Pak Moeldoko belum mau tetapi kemudian muncul pemberitaan dari pak SBY yang mengatakan menyesal melihat pak Moeldoko. Lalu muncul tekanan pada pak Moeldoko sehingga para senior kembali mendekati pak Moeldoko. 'Pak bapak harus tantang ancaman ini, bapak harus buktikan ancaman ini, bapak harus wujudkan tekanan ini menjadi kenyataan'. Ini lah latar belakangnya," kata Rahmat menandaskan.