Bagikan:

JAKARTA - Setiap tahun, lebih dari dua juta umat Muslim dari berbagai penjuru dunia menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, meskipun pada musim haji tahun ini Arab Saudi mencatat hanya ada 1,3 juta jemaah. Pada musim haji 1445 H/2024 M, sekitar 241.000 jemaah di antaranya berasal dari Indonesia. Sementara untuk umrah, pada tahun yang sama, Indonesia mengirimkan lebih dari 1,5 juta jemaah.

“Boleh jadi, orang-orang yang datang ke Saudi memiliki kondisi yang berbeda-beda, mulai dari usia, kesehatan, kerentanan terhadap penyakit, dan kebersihan. Hal ini sangat mungkin berdampak pada kesehatan jemaah,” papar Ketua Umum DPP AMPHURI, Firman M. Nur, di Jakarta, Rabu 30 April.

Menurut Firman, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah jemaah haji dan umrah terbanyak di dunia setiap tahunnya. Selain itu, masa tunggu haji yang panjang membuat mayoritas jemaah berusia di atas 41 tahun. Tak heran jika jemaah asal Indonesia, terutama yang berusia 51–70 tahun, memiliki risiko kesehatan yang tinggi.

“Berdasarkan demografi jemaah haji, sekitar 64 persen dari total jemaah memiliki faktor risiko dan gangguan kesehatan yang dapat memengaruhi kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji,” ujarnya. Firman juga menjelaskan bahwa sebanyak 65 persen jemaah laki-laki dan 63 persen jemaah perempuan memiliki risiko tinggi.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Firman M Nur. (IST)
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Firman M Nur. (IST)

Ia mengakui bahwa pelaksanaan ibadah haji dan umrah melibatkan kerumunan besar dan perubahan suhu ekstrem, yang dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan.

Pada tahun 2024, Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI mencatat pneumonia sebagai penyakit terbanyak yang diderita oleh jemaah haji Indonesia selama perawatan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan rumah sakit di Arab Saudi pada musim haji 2023, dengan total 1.248 kasus.

Firman menjelaskan bahwa pneumonia adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas global, terutama pada kelompok rentan seperti lansia dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu. Dalam konteks perjalanan internasional seperti haji dan umrah, risiko pneumonia meningkat akibat paparan lingkungan ekstrem dan interaksi dalam kerumunan besar.

Sejauh ini, meskipun vaksinasi pneumonia telah tersedia, kesadaran akan pentingnya pencegahan melalui vaksinasi masih rendah, khususnya di kalangan pelaku perjalanan haji khusus dan umrah (PIHK/PPIU). Oleh karena itu, AMPHURI bersama Pfizer Indonesia aktif menyosialisasikan pentingnya pencegahan pneumonia melalui vaksinasi.

“Alhamdulillah, hari ini AMPHURI, didukung Pfizer Indonesia, mengadakan forum dialog kesehatan, sebuah pertemuan anggota dengan pakar kesehatan terkait pentingnya vaksinasi pneumonia bagi jemaah haji dan umrah,” ujar Firman.

Forum dialog bertajuk Sayangi Paru untuk Haji dan Umrahmu: Cegah Pneumonia Melalui Vaksinasi ini menjadi bentuk kontribusi nyata AMPHURI dan Pfizer dalam melindungi serta memperkuat imunitas masyarakat yang hendak melaksanakan ibadah ke Tanah Suci.

Firman menambahkan, forum dialog yang digelar secara hybrid dan dipusatkan di Hotel Manhattan, Jakarta ini menghadirkan tiga pembicara ahli. Mereka adalah:

  • Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, FINASIM, akademisi dan dokter spesialis penyakit dalam.
  • Dr. dr. Endy Muhammad Astiwara, MA, AAAJI, FIIS, akademisi, dokter, dan pelaku usaha perjalanan haji dan umrah.
  • dr. Enny Nuryanti, MKM, perwakilan dari Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, yang pernah bertugas sebagai Kepala KKHI Daker Mekah dan Madinah.

Dalam pemaparannya, dr. Enny Nuryanti menyebut cuaca panas di Arab Saudi yang mencapai suhu 39–43 derajat Celsius dapat memicu berbagai penyakit, terutama penyakit pernapasan.

“Pneumonia merupakan penyakit terbanyak yang diderita jemaah Indonesia saat dirawat di KKHI dan rumah sakit Arab Saudi. Pneumonia biasanya berawal dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang bisa dipicu oleh cuaca panas. Selain itu, kebanyakan jemaah tidak dapat menghindari kerumunan saat beribadah, sehingga mudah tertular ISPA,” jelas dr. Enny.

Ia mengimbau para jemaah untuk tetap mengenakan masker selama beribadah atau beraktivitas, terutama lansia yang memiliki kondisi tubuh lebih rentan.

Enny juga menganjurkan jemaah menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi vitamin, makanan bergizi, istirahat yang cukup, serta banyak minum air putih dan oralit untuk menjaga cairan tubuh.

Sementara itu, Ketua Bidang Kesehatan AMPHURI, Dr. dr. Endy M. Astiwara, menegaskan bahwa data dari Puskeshaji menunjukkan pneumonia sebagai penyebab paling umum kunjungan jemaah ke rumah sakit selama ibadah haji.

Oleh karena itu, dr. Endy menyarankan vaksinasi sebagai langkah terbaik untuk melindungi diri dari pneumonia pneumokokus. Vaksin ini melindungi terhadap beberapa dari lebih dari 90 jenis bakteri pneumokokus.

“Dengan melakukan vaksinasi pneumonia sebelum menunaikan ibadah haji maupun umrah, kita dapat menurunkan risiko terkena penyakit ini, terutama seiring bertambahnya usia,” ungkap dr. Endy.

Ia juga menyebut bahwa vaksinasi dapat mencegah resistansi antibiotik, menurunkan risiko infeksi akibat penyakit penyerta, serta mengurangi kemungkinan perawatan inap akibat pneumonia.

Sebagai pembicara terakhir, Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, mengingatkan pentingnya vaksinasi pneumonia bagi calon jemaah haji dan umrah. Vaksinasi ini dapat memberikan imunitas yang dibutuhkan selama beribadah di Tanah Suci.

“Pemberian vaksin pneumonia dapat memberikan kekebalan dan mengurangi potensi tertular infeksi bakteri pneumokokus yang berbahaya selama menjalankan ibadah,” tegasnya.

“Hanya dengan vaksinasi, kita dapat menurunkan risiko penularan hingga 2,1 sampai 2,2 kali lipat lebih efektif,” tambahnya.

Prof. Iris juga memastikan bahwa vaksin pneumonia ini telah terbukti efikasinya dan dinyatakan aman oleh BPOM untuk digunakan oleh calon jemaah haji dan umrah.