JAKARTA — Film Jumbo sukses membangkitkan optimisme film animasi Indonesia dengan lebih dari 6,3 juta penonton di dalam negeri. Film ini pun terpilih masuk market screening di Cannes Film Festival 2024.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut film ini sebagai bukti nyata bahwa sinema Indonesia mampu membentuk karakter, menyampaikan nilai moral, dan memperkuat posisi budaya bangsa di panggung internasional.
“Jumbo hadir sebagai oase di tengah beragam genre film. Ia bukan sekadar hiburan, tapi perjalanan emosional yang menyentuh dan sarat pesan. Ini contoh bagaimana karya sinema bisa membentuk karakter dan memperkuat nilai-nilai kebudayaan,” ujar Fadli dalam forum Layar Basua, Kamis 24 April di Plasa Insan Berprestasi, Kementerian Kebudayaan.
Film Jumbo menjadi salah satu dari empat film lokal yang mendominasi layar bioskop selama masa libur Idulfitri 2025. Tiga film lainnya yakni Pabrik Gula (4.263.196 penonton), Komang (2.626.365), dan Qodrat (2.201.365). Keempatnya mencatat total lebih dari 15 juta penonton hanya dalam dua pekan—dua kali lipat dibanding total penonton sepanjang Januari–Februari 2025.
Melalui forum Layar Basua, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pentingnya forum ini sebagai ruang dialog, refleksi, sekaligus perencanaan masa depan industri film nasional. Ia mendorong hadirnya lebih banyak festival film daerah dan program literasi sinema di kampus, pesantren, dan sekolah.
BACA JUGA:
“Film adalah wajah budaya. Ia bagian dari diplomasi kebudayaan kita. Kami ingin Kementerian Kebudayaan menjadi institusi yang memperkuat ekosistem ini secara menyeluruh,” tegas Menbud Fadli dalam keterangan resminya, 25 April.
Fadli menyebut tiga hal krusial yang jadi fondasi penguatan ekosistem: getting the institution right, getting the intervention right, dan getting the coordination right. Artinya, lembaga harus tepat fungsi, kebijakan harus menjawab kebutuhan, dan koordinasi lintas pelaku harus berjalan efektif.
Ketua PPFI Deddy Mizwar menekankan film sebagai instrumen diplomasi budaya. Sementara Ewan Persada dan Ki Kusumo menyoroti tantangan akses distribusi dan pembiayaan produksi film. Mereka mendorong negara lebih berpihak dalam kebijakan perfilman nasional.
Forum ini dihadiri lebih dari 130 pelaku industri film, termasuk tokoh seperti Slamet Rahardjo, Niniek L. Karim, Ketua LSF, KPI, dan perwakilan Komisi X DPR RI. Mereka menyampaikan masukan terkait distribusi, sensor, infrastruktur tayang, hingga pembentukan dana perfilman yang berkeadilan.
“Layar Basua bukan hanya tempat berkumpul, tapi titik temu gagasan. Ini momentum menyusun ulang arah kebijakan agar film Indonesia tak hanya bertahan, tapi tumbuh dan mendunia,” tutup Menteri Kebudayaan Fadli Zon.