JAKARTA – Memori hari ini, 8 tahun yang lalu, 24 Mei 2017, surat pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan Gubernur DKI Jakarta beredar ke publik. Bocornya surat itu jadi viral dan memancing beragam reaksi.
Sebelumnya, kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok jadi masalah besar. Ucapan Ahok yang sembarangan memaknai surah Al Maidah 51 buat citra positifnya anjlok. Ia jadi kalah dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.
Kiprah Ahok memimpin DKI Jakarta gemilang. Ahok dianggap cepat tanggap urusan mempercantik Jakarta. Ia juga cekatan dalam menjadikan Jakarta sebagai ruang nyaman bagi banyak orang. Birokrasi dibenahi. Infrastrukturnya dibangun.
Narasi itu membuat Ahok jadi calon kuat yang berlaga pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Popularitasnya mentereng. Bahkan, belum ada sosok yang mampu melampauinya – sesuai dengan penerawangan beberapa Lembaga survei.
Masalah muncul. Ahok justru blunder. Ia yang mencoba mengingat warga Jakarta supaya tak mudah terjebak politik identitas malah terjebak. Ia meminta warga Jakarta untuk tak mau dibohongi dengan surat Al Maidah 51.
BACA JUGA:
Suatu surat yang mengungkap bahwa memimpi pemimpin harus seiman. Komentar Ahok kemudian memunculkan polemik. Masyarakat jadi terbagi dua. Ada yang memandang Ahok mengungkap Al Maidah membohongi Masyarakat.
Ada juga yang menganggap Ahok mengarah kepada pemakai Al Maidah yang membohongi Masyarakat. Masalahnya pandangan pertama yang banyak dipercayai. Narasi itu membuat Ahok dianggap sebagai penista agama.
Aksi bela Islam pun digelar di mana-mana menuntut Ahok segera di penjara, dari 411 hingga 212. Ragam aksi itu nyatanya membuat elektabilitas Ahok menurun. Kondisi itu membuatnya kalah dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.
"Kalau Presiden Jokowi tidak melarang, ya masak MUI malah melarang. Kami sudah beri imbauan, pokoknya tetap tenang dan jangan terprovokasi. Presiden mengatakan dia sudah memerintahkan (kepolisian) untuk memproses (dugaan penistaan agama).”
"Dan kami sepakat dengan Presiden, karena isu ucapan Ahok di Kepulauan Seribu itu sudah tidak proporsional lagi, di luar konteks, dan menimbulkan hiruk-pikuk yang mengganggu. Hal itu perlu diproses hukum secara terhormat dan proporsional," ungkap Ketua MUI, Ma’ruf Amin sebagaimana dikutip laman tempo.co, 2 November 2016.

Bak jatuh tertimpa tangga. Ahok sudah kalah, mau masuk penjara pula. Namun, Ahok bak menunjukkan sifat ksatria. Ia menanggung semua perbuatannya. Ia siap dihukum. Suatu hal pertama yang dilakukan adalah mengirim surat pengunduran diri ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Mei 2017.
Isi suratnya pun kemudian menyebar dan viral ke publik sehari setelahnya atau pada 24 Mei 2017. Bocornya surat pengunduran diri itu memunculkan kehebohan dan beragam reaksi.
Ada yang kagum dengan Ahok karena bersifat ksatria. Lainnya menganggap Ahok sudah Lelah dengan penegakan hukum di Indonesia. Ada pula yang menganggap hal itu sudah sewajarnya.
Bedanya karena surat Ahok bocor saja. Sedang pejabat lain suratnya tak dibocorkan ke publik. Isi pengunduran diri Ahok tak jauh beda dengan kasus yang menimpanya. Kena kasus hukum penistaan agama.
"Ahok lelah dengan penegakan hukum di Indonesia. Saya kira dia sudah Ikhlas. Ke depan, Ahok juga sudah bilang, setelah menjalani hukuman dia akan mengisi kuliah umum, atau menjadi pembicara.”
“Karier politiknya berhenti. Kepuasan publik mencapai 70 persen. Tapi dia malah diseret dengan kasus penodaan agama," ujar Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Harris sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 24 Mei 2017.